maha bhakti...
pada tanggal 5-8 april man yk 1 mengadakan maha bhakti.perjalanan menuju didokpur klaten(buper)memakan waktu yng lama.kami berangkat dengan kendaraan polisi.keluhkesah ketika perjalanan kami rasakan.bertemu banci dijalan merupakan pngalaman yang tak terlupkan,ketika salah seorang rekan ku digoda oleh sekawanan orang ra cettho...(banci). hm.. perjalanan yg menyenangkan,sebelum sampai di sana kami diharus kan berjalan kurang lebih 4km ke buper.dalam perjalanan ke buper kami menemui beberapa pos2 kakak2 pramuka dan pembina.dan kami diharuskan menjawab pertanyaan mengenai keparmukaan di setiap pos.
setelah kami selesai menuntaskan misi di setiap pos kami langsung menuju buper dan kemudian kami disuruh untuk mendirikan tenda .dan alhamdulillah setelah tenda selesai di bangun kemudian kami(sangga:pendobrak:07) memasukkan barang2 ke tenda, kemudian kami mengikuti kegiatan kepramukaan yg melelahkan tapi.... mengesankan.
acara kegiatan pramuka itu di antara lain:
1.lomba:masak,aster,futsal,dll
2.api unggun
3.malem2 di suruh kelapangan,kemudian dicari kesalahan,suruh tutup mata trus jalan ke ruangan...
4.kegiatan ibadah:sohlat,ngaji dll
5.dll
pengalam yang mengesankan:
1.wc lumayan
2.makan lakadarnya(melimpah)
3.adayg kesurupan
4.menikmati suasana alm
5.dll
mungkin itu.. kurang lebihnya mohon maaf..
''keep spirit,be your self''
sengsara atau nikmat?
Read User's Comments(0)
lanjutan....
19.01 |
Label:
walisongo2
SUNAN BONANG
Raden Maulana
Makdum Ibrahim, atau yang
kemudian dikenal
dengan sebutan Sunan Bonang,
adalah seorang putera dari Sunan
Ampel. disamping beliau adalah
putera Sunan Ampel
tetapi juga sekaligus menjadi
muridnya. Adapun daerah operasinya
semasa hidupnya adalah Jawa Timur.
Disanalah beliau mulai berjuang
menyebarkan agama Islam. Beliau
adalah putera dari
Sunan Ampel dalam
perkawinannya dengan Nyai
Ageng Manila, seorang putera dari
Arya Teja, salam seorang Tumenggung
dari kerajaan Majapahit yang berkuasa
di Tuban.
Menurut dugaan Sunan Bonang dilahirkan dalam tahun 1465 M, serta wafat pada tahun 1525 M. Maulana Makhdum Ibrahim, semasa hidupnya dengan gigih giat sekali menyebarkan agama Islam di daerah Jawa Timur, terutama di daerah Tuban dan sekitarnya. Sebagaimana ayahnya, Sunan Bonang pun mendirikan pondok pesantren di daerah Tuban untuk mendidik serta menggembleng kader-kader Islam yang akan ikut menyiarkan agama Islam ke seluruh tanah Jawa.
Menurut dugaan Sunan Bonang dilahirkan dalam tahun 1465 M, serta wafat pada tahun 1525 M. Maulana Makhdum Ibrahim, semasa hidupnya dengan gigih giat sekali menyebarkan agama Islam di daerah Jawa Timur, terutama di daerah Tuban dan sekitarnya. Sebagaimana ayahnya, Sunan Bonang pun mendirikan pondok pesantren di daerah Tuban untuk mendidik serta menggembleng kader-kader Islam yang akan ikut menyiarkan agama Islam ke seluruh tanah Jawa.
Konon beliaulah yang menciptakan
gending Dharma serta
berusaha mengganti
nama-nama hari nahas/sial
menurut kepercayaan Hindu, dan
nama-nama dewa Hindu diganti dengan
nama-nama malaikat serta nabi-nabi.
Hal ini dimaksudkan untuk lebih
mendekati hati rakyat guna
diajak masuk agama
Islam. Di masa hidupnya,
beliau juga termasuk penyokong
dari kerajaan Islam Demak serta
ikut membantu mendirikan Masjid
Agung di kota Bintoro Demak.
Adapun mengenai filsafat Ketuhanannya, adalah :
"Adapun pendirian saya adalah, bahwa imam tauhid dan makrifat itu terdiri dari pengetahuan yang sempurna, sekiranya orang hanya mengenal makrifat saja, maka belumlah cukup, sebab ia masih insaf akan itu. Maksud saya adalah bahwa kesempurnaan barulah akan tercapai hanya dengan terus menerus mengabdi kepada Tuhan. Seseorang itu tiada mempunyai gerakan sendiri, begitu pula tidak mempunyai kemauan sendiri, dan seseorang itu adalah seumpama buta, tuli dan bisu. Segala gerakannya itu datang dari Allah."
Semasa muda ia dikenal sebagai Raden Qasim.Raden Qasim menghabiskan masa kanak dan remajanya di kampung halamannya di Ampeldenta, Surabaya. Setelah dewasa, ia diperintahkan ayahnya, Sunan Ampel, untuk berdakwah di pesisir barat Gresik. Perjalanan ke Gresik ini merangkumkan sebuah cerita, yang kelak berkembang menjadi legenda.Syahdan, berlayarlah Raden Qasim dari Surabaya, dengan menumpang biduk nelayan. Di tengah perjalanan, perahunya terseret badai, dan pecah dihantam ombak di daerah Lamongan, sebelah barat Gresik. Raden Qasim selamat dengan berpegangan pada dayung perahu. Kemudian, ia ditolong ikan cucut dan ikan talang –ada juga yang menyebut ikan cakalang.
Dengan menunggang kedua ikan itu, Raden Qasim berhasil mendarat di sebuah tempat yang kemudian dikenal sebagai Kampung Jelak, Banjarwati.
Menurut tarikh, persitiwa ini terjadi pada sekitar 1485 Masehi. Di sana, Raden Qasim disambut baik oleh tetua kampung bernama Mbah Mayang Madu dan Mbah Banjar.Sunan Drajat terkenal akan kearifan dan kedermawanannya. Ia menurunkan kepada para pengikutnya kaidah tak saling menyakiti, baik melalui perkataan maupun perbuatan. ”Bapang den simpangi, ana catur mungkur,” demikian petuahnya. Maksudnya: jangan mendengarkan pembicaraan yang menjelek-jelekkan orang lain, apalagi melakukan perbuatan itu.
cara-cara bijak, tanpa memaksa. Dalam menyampaikan ajarannya, Sunan menempuh lima cara. Pertama, lewat pengajian secara langsung di masjid atau langgar. Kedua, melalui penyelenggaraan pendidikan di pesantren. Selanjutnya, memberi fatwa atau petuah dalam menyelesaikan suatu masalah.
Cara keempat, melalui kesenian tradisional. Sunan Drajat kerap berdakwah lewat tembang pangkur dengan iringan gending. Terakhir, ia juga menyampaikan ajaran agama melalui ritual adat tradisional, sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.Empat pokok ajaran Sunan Drajat adalah: Paring teken marang kang kalunyon lan wuta; paring pangan marang kang kaliren; paring sandang marang kang kawudan; paring payung kang kodanan. Artinya: berikan tongkat kepada orang buta; berikan makan kepada yang kelaparan; berikan pakaian kepada yang telanjang; dan berikan payung kepada yang kehujanan.
Adapun mengenai filsafat Ketuhanannya, adalah :
"Adapun pendirian saya adalah, bahwa imam tauhid dan makrifat itu terdiri dari pengetahuan yang sempurna, sekiranya orang hanya mengenal makrifat saja, maka belumlah cukup, sebab ia masih insaf akan itu. Maksud saya adalah bahwa kesempurnaan barulah akan tercapai hanya dengan terus menerus mengabdi kepada Tuhan. Seseorang itu tiada mempunyai gerakan sendiri, begitu pula tidak mempunyai kemauan sendiri, dan seseorang itu adalah seumpama buta, tuli dan bisu. Segala gerakannya itu datang dari Allah."
sunan drajad
Semasa muda ia dikenal sebagai Raden Qasim.Raden Qasim menghabiskan masa kanak dan remajanya di kampung halamannya di Ampeldenta, Surabaya. Setelah dewasa, ia diperintahkan ayahnya, Sunan Ampel, untuk berdakwah di pesisir barat Gresik. Perjalanan ke Gresik ini merangkumkan sebuah cerita, yang kelak berkembang menjadi legenda.Syahdan, berlayarlah Raden Qasim dari Surabaya, dengan menumpang biduk nelayan. Di tengah perjalanan, perahunya terseret badai, dan pecah dihantam ombak di daerah Lamongan, sebelah barat Gresik. Raden Qasim selamat dengan berpegangan pada dayung perahu. Kemudian, ia ditolong ikan cucut dan ikan talang –ada juga yang menyebut ikan cakalang.
Dengan menunggang kedua ikan itu, Raden Qasim berhasil mendarat di sebuah tempat yang kemudian dikenal sebagai Kampung Jelak, Banjarwati.
Menurut tarikh, persitiwa ini terjadi pada sekitar 1485 Masehi. Di sana, Raden Qasim disambut baik oleh tetua kampung bernama Mbah Mayang Madu dan Mbah Banjar.Sunan Drajat terkenal akan kearifan dan kedermawanannya. Ia menurunkan kepada para pengikutnya kaidah tak saling menyakiti, baik melalui perkataan maupun perbuatan. ”Bapang den simpangi, ana catur mungkur,” demikian petuahnya. Maksudnya: jangan mendengarkan pembicaraan yang menjelek-jelekkan orang lain, apalagi melakukan perbuatan itu.
cara-cara bijak, tanpa memaksa. Dalam menyampaikan ajarannya, Sunan menempuh lima cara. Pertama, lewat pengajian secara langsung di masjid atau langgar. Kedua, melalui penyelenggaraan pendidikan di pesantren. Selanjutnya, memberi fatwa atau petuah dalam menyelesaikan suatu masalah.
Cara keempat, melalui kesenian tradisional. Sunan Drajat kerap berdakwah lewat tembang pangkur dengan iringan gending. Terakhir, ia juga menyampaikan ajaran agama melalui ritual adat tradisional, sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.Empat pokok ajaran Sunan Drajat adalah: Paring teken marang kang kalunyon lan wuta; paring pangan marang kang kaliren; paring sandang marang kang kawudan; paring payung kang kodanan. Artinya: berikan tongkat kepada orang buta; berikan makan kepada yang kelaparan; berikan pakaian kepada yang telanjang; dan berikan payung kepada yang kehujanan.
Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga yang hidup di jaman Kerajaan Islam Demak (sekitar abad
15) aslinya bernama Raden Said, adalah putra Adipati Tuban yaitu Tumenggung
Wilatikta/Raden Sahur. Raden Sahur adalah keturunan Ranggalawe yang beragama Hindu. Sunan
Kalijaga diperkenalkan agama Islam oleh guru agama Kadipaten Tuban sejak kecil.Melihat lingkungan sekitar yang kontradiktif dengan kehidupan rakyat
jelata yang serba kekurangan, menyebabkan ia bertanya kepada Ayahnya mengenai hal
tersebut, yang dijawab bahwa itu adalah untuk kepentingan kerajaan Majapahit yang
membutuhkan dana banyak untuk menghadapi pemberontakan. Maka secara diam-diam ia bergaul
dengan rakyat jelata, menjadi pencuri untuk mengambil sebagian barang-barang di gudang dan
membagikan kepada rakyat yang membutuhkan.Namun akhirnya ia ketahuan dan dihukum cambuk 200 (dua ratus) kali
ditangannya dan disekap beberapa hari oleh Ayahnya, yang kemudian ia pergi tanpa pamit.
Mencuri atau merampok dengan topeng ia lakukan, demi rakyat jelata. Tapi ia tertangkap
lagi, yang menyebabkan ia diusir oleh Ayahnya dari Kadipaten. Iapun tinggal di hutan
Jatiwangi dan menjadi perampok orang kaya, dan berjuluk Brandal Lokajaya.
Suatu waktu ia
berjumpa dengan Sunan Bonang, dan dibawa ke Tuban untuk menjadi muridnya, memperdalam
agama Islam. Lalu akhirnya ia menjadi pengembara yang menyebarkan agama Islam, yang dihari tuanya ia tinggal dan meninggal di desa
Kadilangu Demak.Ia dikenal sebagai Mubaligh/Da’i keliling, ulama besar, seorang
Wali yang memiliki karisma tersendiri di antara wali-wali yang lain, paling terkenal di
berbagai lapisan masyarakat apalagi kalangan bawah. Ia disebagian tempat juga dikenal
bernama Syekh Malaya. Ia dapat dikatakan sebagai ahli budaya, misalnya: pengenalan agama
secara luwes tanpa menghilangkan adat-istiadat/kesenian daerah (adat lama yang ia beri
warna Islami), menciptakan baju Taqwa (lalu disempurnakan oleh Sultan Agung dengan destar
nyamping dan keris serta rangkaian lainnya), menciptakan tembang Dandanggula dan
Dandanggula Semarangan, menciptakan lagu Lir Ilir yang sampai saat ini masih akrab
dikalangan sebagian besar orang Jawa, pencipta seni ukir bermotif daun-daunan,
memerintahkan sang murid bernama Sunan Bayat untuk membuat bedug di Masjid guna
mengerjakan sholat jama’ah.
Acara ritual berupa Gerebeg Maulud yang asalnya dari tabligh/pengajian
akbar yang diselenggarakan para Wali di Masjid Demak untuk memperingati maulud nabi,
menciptakan Gong Sekaten bernama asli Gong Syahadatain (dua kalimah syahadat) yang jika
dipukul akan berbunyi dan bermakana bahwa mumpung masih hidup agar berkumpul masuk agama
Islam, pencipta Wayang Kulit diatas kulit kambing, sebagai Dalang (dari kata dalla’
yang berarti menunjukkan jalan yang benar) wayang kulit dengan beberapa cerita yang ia
senangi yaitu antara lain Jimat Kalimasada dan Dewa Ruci serta Petruk Jadi Raja dan Wahyu
Widayat, serta sebagai ahli tata kota seperti misalnya pengaturan Istana atau Kabupaten
dengan Alun-alun serta pohon beringin dan masjid.
Sebagai penutup, kami tuliskan teks tembang Lir Ilir, sebagai berikut :
Lir ilir lir ilir tandure wis sumilir, Tak ijo royo-royo dak sengguh penganten
anyar, Cah angon cah angon penekno blimbing kuwi, Lunyu-lunyu penekno kanggo masuh
dodotiro-dodotiro, Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing pinggir, Domono jlumotono kanggo
seba mengko sore, Mumpung jembar kalangane mumpung padhang rembulane, Yo surako
surak horee.
Suka atau tidak suka, pada kenyataannya Sunan Kalijaga dapat dikatakan
sebagai gurunya Islam bagi besar orang sebagian Jawa.
Langganan:
Postingan (Atom)